Postingan

Lale #Hard

Berat... 26 tahun terjatuh, dan berkelililing dengan luka dan sebab yang sama. Berat, tapi aku bisa apa? Mungkin satu di antara kamu yang membaca tulisan ini pernah berfikir sama denganku. Lelah dan amat lelah yang harus menyerah. Di antara seluruh kebingungan, aku tahu bahwa sebentar lagi akan kembali terjebak pada lubang yang aku gali sendiri. Iyaa benar, semua terjadi karena aku yang membawanya naik, menggalinya, dan menggali lagi. Tetapi, bolehkah aku berharap? Berharap untuk tetap kuat dan tangguh. Karena aku yakin bisa lebih kuat dari hari ini. Jadi kamu? Aku yakin kamu juga lebih kuat dan lebih mampu, lebih dari yang kamu bayangkan. #byBee

Lale

 Hei... IM back. Biarkan aku perkenalkan dia, lale. Nama yang aku ambil dari sebuah tulisan. Tulisan seseorang yang belum pernah aku temui namun tulisannya, dan nasehatnya berkali-kali menyelamatkanku.  Beliau seorang yang sudah kembali pada-Nya. Orang baik itu menyelamatkanku. Lale adalah nama turki dari bunga tulip. Bunga asli Turki yang bisa tumbuh berkembang jauh lebih baik di tempat barunya, Belanda. Aku ingin menjadi seperti itu, tumbuh dengan baik, dan indah di manapun aku berada. Maka itu alasanku amat mencintai, lale. Mencintai, tulip. Hidupku sedang tak baik. Mungkin bukan sedang tak baik tapi belum menjadi baik. Karena aku terbiasa hidup dengan situasi tak baik. Tahun 2013 aku memulai blog ini untuk berbicara dengan diriku, untuk bersandar pada diriku. Kali ini aku kembali, untuk bersandar lagi pada diriku. Aku tidak berencana menganggap hidupku lebih sulit dari hidup orang lain. Karena aku tidak bisa egois dan tidak ingin tampak lebih menderita. Hanya saja di sini aku harus

EXPOSURE (Ketika Aku Mencintai Diriku) #Pantulan Dirimu

"Cobalah untuk memberi dirimu kepercayaan. Setelah itu kamu akan merasakan betapa bahagianya dirimu." Oktavia Hani Hari ini kamu menatap cermin, melihat pantulan dirimu yang menyedihkan. Mata sayu itu tampak menambah gambaran layunya dirimu. "Kamu kenapa?" Tanya itu kamu tujukan untuk dirimu. Dirimu yang kini tampak tak yakin pada hatimu. Hatimu yang seketika memandang dirimu dengan menyedihkan. Hatimu yang mengecil, dan menatap dunia dengan pilu. "Kamu kenapa?" Kamu terus bertanya. Padahal kamu jelas sangat tahu jawabannya. Hanya saja, kamu bimbang harus berbuat apa. Atau lebih tepatnya, kamu bingung bagaimana cara memulainya. Bagaimana cara untuk memulai mendengarkan hatimu, juga dirimu secara bersamaan dan seimbang. Aku menatapmu dari tadi, dari pinggir kasurmu. Aku juga melihat jejak-jejak air mata di bantal tidurmu. Kau tahu? Aku adalah jiwa dari tubuh yang juga pernah ada di posisimu. Meratapi hal yang terasa berat, sekaligus tampak remeh. Hal yang m

EXPOSURE (Ketika Aku Mencintai Diriku) #Religiously Speaking

"Jangan cemas, bentangkan sajadahmu. Kau akan temukan damaimu dalam sujud." Oktavia Hani Hari ini aku melihatmu duduk dengan gusar. Sesekali kau tatap ponsel. Kemudian kau tautkan tangan. Gelisah. Ternyata seseorang dari masa lalumu ingin kembali. Kau bimbang. Antara sakit hati dan juga masih sayang. Bulan sudah berubah menjadi tahun. Telah selama itu kau berjuang menyembuhkan luka, bertahan hidup dengan sisa cinta yang menyakitkan. Lalu di tengah perjuangan panjang itu, saat kau masih terus kesakitan, dia datang meminta kesempatan. Mengiba, dan memaksa masuk dengan membentangkan cerita lama, kisah kalian yang bahagia bersama. Hei, bolehkah aku juga bercerita? Kisahku tak jauh berbeda darimu. Menyayangi, mencintai, dan menaruh harap. Aku pernah melalui fase itu. Bedanya kau dan si dia pernah berikrar untuk merajut kisah bersama, menyusuri hari-hari berdua dengan tawa. Meski ujungnya dia diam-diam menemui wanita lain, merajut kisah di belakangmu. Aku tidak melangkah sejauh itu

EXPOSURE (Ketika Aku Mencintai Diriku) #Pilihan

"Di dunia ini ada hal-hal yang tidak layak dijadikan bahan perlombaan. Karena takdir adalah garisnya." Oktavia Hani Hari ini kamu sedang duduk di atas kasur nyamanmu. Semakin nyaman saat selimut juga melingkupimu. Akan tetapi, pikiranmu melayang jauh. Menerawang. Mengulas waktu saat seseorang mendekatimu. Sebut saja mereka dengan a, b, dan c. Orang dengan raga dan jiwa yang berbeda. Orang yang mendapatkan perlakuan sama darimu. Menjauh. Bahkan suatu hari kamu rela serching di google, atau mengambil foto orang lain di facebook. Bukan fotomu. Juga bukan foto gadis cantik yang bisa kamu pakai sebagai foto profilmu. Bukan. Kamu mengambil foto seorang lelaki, berpeci, bersarung, dan sedang tersenyum ke arah kamera. Lalu, foto itu kamu pasang di sebuah status aplikasi pesan. Tentu dengan filter setting pengiriman pesan untuk si a. Tujuanmu tak lain hanya ingin membuatnya menjauhimu. "Untuk apa menunggu ia yang tidak pasti?" Suatu hari begitulah yang kamu tulis di story se

EXPOSURE (Ketika Aku Mencintai Diriku) #Yang Kamu Sajikan

"Tidak perlu marah ataupun larut dalam harapan orang lain untuk dirimu. Mereka sebatas merespon apa yang kamu suguhkan. Sesuatu yang hanya tampak dari permukaan." Oktavia Hani Kehidupan yang kita jalani tidak akan lepas dari waktu. Waktu yang terus bergulir membawa kita pada pertambahan usia. Sudahkah kamu memasuki usia rawan? Kata orang 25 tahun adalah usia-usia yang pas untuk menikah, sekaligus rawan. Maka saat kamu ada dalam fase usia 25 tahun dan belum menikah, bersiaplah untuk mulai dipandang berbeda. Bahkan tiap gerak-gerikmu tak luput dari pengawasan orang. Tidak penting bukan? Aku ada di fase ini kawan. Berjalan seorang diri dipandang aneh. Satu dua orang mulai menanyakan kriteria idaman, menanyakan tentang kapan, dan tak jarang becanda menjodoh-jodohkan. Aku ikut becanda dan tak lupa tertawa untuk menanggapi celotehan yang makin lama mirip paduan suara. Memang bukan perkara mudah untuk terlihat baik-baik saja. Tapi akan konyol jika pasrah dan tampak rapuh dengan semp

EXPOSURE ( Ketika Aku Mencintai Diriku) #Tak Selalu Benar

"Penilaian orang lain memang terkadang tak wajar. Akan tetapi, semakin tak wajar jika kau tak mau mencoba untuk memfilternya." Oktavia Hani Sudah hari ke tiga belas aku membagikan cerita, bukan? Aku tahu pasti, ceritaku tak indah. Tetapi harapku masih sama. Kau mau mengambil hikmahnya. Sama juga dengan kehidupan. Tiap langkah yang kau lalui, tak akan luput dari polusi suara dari sekitar. Tentu kau tidak perlu mendengarkan, meyakini, apalagi membenarkan. Untuk omongan yang tidak ada kebaikan bagi dirimu, tentunya. Akan tetapi, kau ataupun mereka hanyalah manusia. Kau pun sama, tak selalu benar. Saat hidup terasa semakin berat, pekerjaan yang tak kunjung habis terselesaikan, kisah romansa yang tak segera menemukan ujung yang baik, juga penilaian orang yang memaksa kau untuk mendengar. Semua itu membuatmu penat, bukan? Perlahan tapi pasti, saat kau mulai abai pada dirimu, dan lebih mendengarkan omongan orang sekitar. Mungkin, kau bisa tampak indah dari luar. Terutama dalam kacam